Saturday 7 March 2015

Tata-Cara Dan Bacaan Shalat Jenazah

Tata-Cara Dan Bacaan Shalat Jenazah

 بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Telah disepakati oleh Imam-imam ahli fikih bahwa menyalatkan mayat itu hukumnya fardhu kifayah, berdasarkan perintah dari Rasulullah saw. dan perhatian kaum Muslimin dalam menepatinya. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari AbuHurairah r.a.: “Bahwa seorang laki-laki yang meninggal dalam keadaan berutang disampaikan beritanya kepada Nabi saw. Maka Nabi akan menanyakan apakah ia ada meninggalkan kelebihan buat membayar utangnya, jika dikatakan orang bahwa ia ada meninggalkan harta untuk pembayarnya, maka beliau akan menyalatkan mayat itu, jika tidak, beliau akan memesankan kepada kaum Muslimin: “Shalatkanlah teman sejawatmu’.”

Keutamaan Shalat Jenazah

  1. Diriwayatkan oleh Jama’ah dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa mengiringkan jenazan dan turut menyalatkannya, ia akan beroleh pahala sebesar satu qirath (kira-kira 1/16 dirham-pen.) dan barang siapa mengiringkannya sampai selesai penyelenggaraannya, ia akan beroleh dua qirath, yang terkecil – atau katanya salah satu – diantaranya, beratnya seperti Gunung Uhud.”
  2. Diriwayatkan pula oleh Muslim dari Khabbab r.a, bahwa ia menanyakan kepada Abdullah bin Umar, apakah Ibnu Umar pernah mendengar apa kata Abu Hurairah yaitu bahwa ia telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Siapa yang turut keluar bersama jenazah dari rumahnya, menyalatkannya lalu mengiringkannya sampai dimakamkan, ia akan beroleh pahala sebesar dua qirath, yang berat masing-masingnya adalah seperti Gunung Uhud, Dan siapa yang hanya menyalatkannya, ia akan beroleh pahala seberat Dgunung Uhud.”  Maka Ibnu Umar pun mengutus Khabbab menemui ‘Aisyah r.a. buat menanyakan ucapan Abu Hurairah tersebut, dan disuruhnya kembali buat menyampaikan bagaimana hasilnya. Kata Khabbab kemudian : “Menurut ‘Aisyah, benarlah apa  yang dikatakan Abu Huraiarah itu,” Ulas Umar: “Sungguh, selama ini kita telah mengabaikan pahala berqirath-qirath banyaknya!”

Syarat-Syarat Shalat Jenazah

Shalat jenazah termasuk dalam ibadah shalat, maka disyaratkan padanya syarat-syarat yang telah diwajibkan pada shalat-shalat fardhu lainnya, baik berupa kesucian yang sempurna dan bersih dari hadats besar maupun kecil, menghadap kiblat dan menutup aurat.  Diriwayatkan dari Nafi’ oleh Malik bahwa Abdullah bin Umar r.a. mengatakan: “Tidak boleh seseorang menyalatkan jenazah kecuali dalam keadaan suci.” Hanya perbedaannya dengan shalat-shalat fardhu adalah mengenai waktu. karena pada shalt jenazah ini tidaklah disyaratkan, tetapi ia dapat dilakukan pada sembarang waktu bila ada jenazah, bahkan menurut golongan Hanafi dan Syafi’i, walau pada waktu-waktu terlarang sekalipun.

Kaifiat Atau Tata Cara Shalat Jenazah

  • Berdiri lurus dan berniat menyalatkan jenazah di depannya,
  • Lalu mengangkat kedua belah tangan sambil membaca takbiratul ikhram. Kemudian meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri. 
  • Membaca Al-Fatihah, 
  • Setelah itu membaca takbir lagi dan membaca shalawat Nabi.
  • Lalu takbir ketiga dan berdo’a untuk jenazah.
  • Kemudian takbir keempat dan berdoa lagi. 
  • Salam.

Tempat Berdiri Imam Terhadap Mayat Pria Dan Wanita

Menurut sunnah hendaklah imam itu berdiri setentang kepala jenazah laki-laki dan setentang pinggang perempuan. Berdasarkan hadits dari Anas. r.a.:Bahwa ia – Anas – menyalatkan jenazah laki-laki, maka ia berdiri dekat kepalanya. Setelah jenazah itu diangkat, lalu dibawa jenazah wanita, maka dishalatkannya pula dengan berdiri dekat pinggannggnya. Lalu ditanyakan orang kepadanya: ‘Begomolaj cara Rasiulullah saw. menyalatkan jenazah, yaitu bila laki-laki berdiri di tempat seperti Anda berdiri itu, dan jika wanita juga seperti Anda lakukan’? ‘Benar’ ujar Anas.”

Rukun-Rukun Shalat Jenazah

Shalat jenazah mempunyai rukun-rukun yang mewujudkan hakikatnya, hingga bila salah satu diantaranya tidak dipenuhi, maka ia batal dan tidak dianggap oleh syara’, Kita sebutkan seperti berikut:
  1. Berniat. Ikhlas karena Allah Ta’ala, tempatnya dalam hati, dan mengucapkannya tidaklah disyari’atkan.
  2. Berdiri bagi yang kuasa. 
  3. Empat kali takbir. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Jabir r.a.: “Bahwa Nabi saw. menyalatkan Najasi (Raja habsyi), maka beliau membaca takbir empat kali.” Soal mengangkat kedua tangan waktu takbir: menurut sunnah tidaklah diangkat kedua tangan pada shalat jenazah, kecuali waktu takbir pertama saja. Karena tidak diterima keterangan bahwa Nabi saw. mengangkat tangannya waktu takbir-takbir shalat jenazah kecuali waktu takbir pertama saja.
  4. Membaca Al-Fatihah dan Shalawat nabi secara sir (bisik-bisik).Berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Syafi’i dalam musnadnya dari Abu Umamah bin Sahl, bahwa salah seorang laki-laki sahabat Nabi saw. menyampaikan padanya: “Bahwa menurut sunnah, dalam shalat jenazah itu hendaklah imam membaca takbir, kemudian setelah takbir pertama itu hendaklah ia membaca Al-Fatihah secara bisik-bisik, lalu membaca shalawat Nabi saw, dan setelah itu pada takbir-takbir berikutnya hendaklah ia membacakan doa bagi jenazah tanpa membaca apa-apa lagi, kemudian memberi salam dengan berbisik-bisik.” Ucapan shalawat dan salam atas Nabi itu bisa dengan kalimat manapun. Dan seandainya seseorang mengucapkan “Allahumma shalli ‘ala Muhammad”  maka itu sudah cukup. Tetapi mengikuti apa yang diajarkan oleh Nabi saw. adalah lebih utama, seperti: اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ Dan shalawat Nabi ini dibaca setelah takbir kedua sebagaimana tampak pada lahirnya, walaupun tak ada keterangan yang tegas yang menentukan tempat membcanya itu.
  5. Berdoa. Ini juga merupakan rukun berdasarkan kesepakatan para fukaha, berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Jika kamu menyalatkan jenazah, maka berdoalah untuknya dengan tulus ikhlas!” (Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Baihaqi, juga oleh Ibnu Hibban yang menyatakan sahnya). Dan doa itu telah dianggap terlaksana walaupun hanya secara singkat. Tetapi disunatkan mengucapkan salah satu dari doa-doa berikut yang berasal dari Nabi saw. : Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits yang diterima dari 'Aut bin Malik, katanya: "Saya dengar Rasulullah saw. bersabda - yakni ketika ia menyalatkan jenazah: 
     اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ
    Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.” Diterima dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. menyalatkan jenazah, maka sabdanya waktu berdoa: 
    " Ya Allah, berilah keampunan bagi kami, baik yang hidup maupun yang mati. yang kecil atau yang besar, laki-laki atau perempuan, yang hadir maupun yang sedang bepergian. Ya Allah, siapa-siapa yang Engkau hidupkan, hidupkanlah dalam keislaman, dan siapa-siapa yang Engkau wafatkan, mohon diwafatkan dalam keislaman! Ya Allah, janganlah kami terhalang buat beroleh pahalanya, dan janganlah kami disesatkan sepeninggalnya ! (Riwayat Ahmad dan Ash-Habus-Sunan).
  6. Doa setelah takbir keempat. Disunatkan berdoa setelah takbir keempat, walaupun seseorang telah berdoa setelah takbir ketiga. Berdasarkan apa yang telah diriwayatkan oleh Ahmad dari Abdullah bin Abi Aufa: “Bahwa purti Abdullah bin Aufa meninggal dunia, maka dishalatkannya dengan membaca empat kali takbir, kemudian setelah takbir keempat ia masih berdiri selam kira-kira antar dua takbir, membaca doa. Kemudian katanya: ‘Rasulullah saw. biasa melakukan seperti ini terhadap jenazah’.” Menurut Syafi’i, hendaklah dibaca :اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْناَ أَجْرَهُ وَلاَ تَفْتِنَا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَناَ وَلَهُ
     ‘Allahumma la tahrimina ajrahu wala taftinna ba’dahu’(Ya Allah, janganlah kami terhalang buat beroleh pahalanya, dan hindarkanlah fitnah dari kami sepeninggalnya).” Dan menurut Abu Hurairah r.a.: “Orang-orang dulu biasanya membaca: ‘رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ  اللهم  Allahumma rabbana atina fid-dunya hasanah wafil akhirati hasana waqina ‘adzabannar’ (Ya Allah Tuhan kami, berilah kami di dunia ini kebaikan dan juga di akhirat, dan lindungilah kiranya kami dari siksa neraka).” 
    Jika mayit anak-anak doanya adalah:
    اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًَا لِاَبَوَيْهِ وَسَلَفًا وَذُخْرًا
    وَعِظَةً وَاعْتِبَارًا وَشَفِيْعًا وَ ثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا
    وَاَفْرِغِ الصَّبْرَعَلىٰ قُلُوْبِهِمَا وَلاَ تَفْتِنْهُمَا بَعْدَهُ
    وَلاَ تَحْرِ مْهُمَا اَجْرَهُ
    Allahummaj’alhu faratan li abawaihi wa salafan wa dzukhro
    wa’idhotaw wa’tibaaraw wa syafii’an wa tsaqqil bihii mawaa ziinahuma
    wa-afri-ghish-shabra ‘alaa quluu bihimaa wa laa taf-tin-humaa ba’dahu
    wa laa tahrim humaa ajrahu

    Artinya:
    “Ya Allah, jadikanlah ia sebagai simpanan pendahuluan bagi ayah bundanya dan sebagai titipan, kebajikan yang didahulukan, dan menjadi pengajaran ibarat serta syafa’at bagi orangtuanya. Dan beratkanlah timbangan ibu-bapaknya karenanya, serta berilah kesabaran dalam hati kedua ibu bapaknya. Dan janganlah menjadikan fitnah bagi ayah bundanya sepeninggalnya, dan janganlah Tuhan menghalangi pahala kepada dua orang tuanya.”
  7. Memberi salam.

Sunah-Sunah Dalam Shalat jenazah

  • Membentuk tiga shaf dan berbaris lurus. Diriwayatkan oleh Malik bin Hubairah, bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Tidak seorang Mukmin pun yang meninggal, kemudian dishalatkan oleh umat Islam yang banyaknya sampai tiga shaf, kecuali akan diampuni dosanya.”  - Oleh sebab itu Malik bin Hubairah selalu berusaha membentuk tiga shaf, jika jumlah orang yang shalat jenazah itu tidak banyak.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah juga oleh Turmudzi yang menyatakannya hasan, serta oleh Hakim yang menyatakannya shahih).
  • Disunatkan banyaknya pengikut. Diterima dari ‘Aisyah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda: “Tidak satu mayatpun yang dishalatkan oleh jema’ah Muslimin yang banyaknya mencapai seratus orang, dan semua mendoakannya dengn tulus ikhlas, kecuali akan dikabulkan doa mereka terhadapnya.” (H.R. Ahmad, Muslim dan Turmudzi).
                      ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ                               “Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Semoga Bermanfaat.
 
Sumber:  Fikih Sunnah 4. Sayyid Saabiq, telah diedit untuk keselarasan

Like Button

Like Box